Wednesday, October 12, 2011

Rizaldy dan Desa atau Kota?

Kira-kira kalo ada orang yang nanya "Kalo lo boleh milih lebih mending tinggal dimana? Di kota atau di desa?" Pasti kita akan dapetin jawaban yang beragam dari orang-orang yang kita tanya. "Ya jelas di kota lah, mau ngapain aja enak. Mal berserakan, bioskop banyak, distro-distro apalagi. Kalo mau belanja tinggal ke Carrefour, mau hangout ada Sevel (Seven Eleven), lo bete banyak hiburan. Kurang apa lagi coba." Dan mungkin kira-kira akan ada yang nyanggah begini "Iya sih, tapi tetep aja stres. Kemana-mana macet, polusi, udara kotor, asap knalpot, panas lagi. Mendingan gue minggir dikit deh ke daerah. Enak, adem, gak polusian, gak macet, buat istirahat top banget lah itu."

Bahkan gak menutup kemungkinan juga kalo dari orang yang sama lo bisa dapetin jawaban yang beda. Contohnya gue. Sejak lahir sampe umur 6 tahun gue tinggal di Surabaya. Mungkin belum banyak hal yang bisa dilakuin oleh seorang anak kecil sendirian menjelajahi kota sebesar Surabaya. Tapi gue ngerasa cukup bahagia dengan masa kecil yang bisa menikmati fasilitas-fasilitas pemanja diri yang disediakan oleh kota untuk sarana rekreasi dan hiburan penduduknya. Hampir tiap akhir minggu kami sekeluarga pergi jalan ke luar, sekedar muter-muter aja sambil menikmati indahnya kota Surabaya dengan gemerlap lampu malam yang berwarna-warni. Di pinggir jalan banyak tersedia aneka jenis panganan yang seolah memanggil untuk disantap. Mulai dari makanan khas Surabaya seperti lontong balap, makanan khas timur tengah sampai makanan bertipe barat.


Di Surabaya ada satu mal yang sering gue kunjungin, namanya TP atau Tunjungan Plaza.


Seperti anak kecil lainnya yang doyan main, sampe di TP pun yang dicari game centre. Timezone...!

Kalo udah masuk kesana, kayaknya udah males keluar lagi. Bawaannya pengen main terus, namanya juga bocah wajar dong hehehe...

Suatu hari, gue merasa kalo gue harus ninggalin itu semua. Papa dipindah tugaskan ke kantor PLN cabang di sebuah daerah pelosok di Sumatera Barat. Ya, seperti yang bisa diperkirakan, apa sih bagusnya daerah pelosok? Jangan harap ada mal seperti TP, ada game centre kayak Timezone, atau pedagang-pedagang makanan yang melimpah ruah di pinggir jalan. Sedih juga harus ninggalin Surabaya dengan segala 'keglamorannya', tapi ya mau gimana lagi. Gak mungkin juga kan gue sendirian sementara keluarga jauh di seberang sana. Dan pada waktu yang sudah ditentukan, berangkatlah kami ke daerah pelosok itu.

Nama daerahnya Talawi Hilir. Tuh bener kan, tepat seperti dugaan gue. Disana suasananya masih sangat 'bukit' dan 'hutan'. Sejauh mata memandang yang ada cuma sawah, sawah dan sawah plus petani dan kerbau pembajak sawahnya. Gak banyak yang bisa dilakuin. Abis maghrib, itu serasa kota mati. Gak ada lampu-lampu gemerlapan, palingan cuma lampu penerang jalan. Orang-orang udah pada di rumah, aktivitas gak 24 jam sehari kayak di kota.

Yaahhh, baru sehari dua hari aja udah bete, gimana ntar??

Tapi, apa justru karena baru sehari dua hari ya? Masa' iya seumur-umur harus bete? Gak juga kan. Rugi di gue dong kalo tiap hari manyun aje...

Get up boy!!

Akhirnya gue putuskan untuk bertualang keliling Talawi dalam rangka mencari hiburan. Setelah mencari kesana-kemari dari ujung barat sampai ujung timur, mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra, bersama teman bertualang~ (np soundtrack Ninja Hatori). Emang gak ketemu kemewahan dan gemerlap perkotaan sih, tapi ada 'sesuatu' yang lain yang ditawarkan pedesaan. Sesuatu yang jarang atau malah gak akan ditemui di perkotaan. Keindahan dan keasrian pemandangan alam.




Mungkin kalo cuma sekedar baca atau liat fotonya doang kita gak akan bener-bener sadar betapa indahnya lukisan Tuhan ini. Bener-bener nyata!

Pepohonan tumbuh dengan tinggi diselimuti rindangnya dedaunan hijau segar yang telah dikecup mesra sang embun pagi.



Di tengah-tengah sejuknya hembusan udara pagi yang ringan, sinar mentari menyentuh kulit dengan lembutnya, menghangatkan tubuh seolah memberikan tenaga di pagi hari.



Ditambah lagi dengan gemericik merdu sungai yang mengalir dengan tenang, kejernihannya mengundang kita untuk menyelami airnya yang dingin. 



Pengalaman itu terasa lengkap dengan menikmati istirahat siang di sebuah gubuk kecil di tengah sawah.


Pepadian yang mulai menguning menandakan pesta panen akan tiba sesaat lagi. Sambil memainkan tali pengendali orang-orangan sawah guna mengusir burung-burung pemakan bulir padi, aku bercengkerama dengan teman-teman. Tak terasa sang mentari pun mulai tenggelam. Siluet indah yang muncul dari terbenamnya matahari menambah kesempurnaan alam nan indah mempesona.



Nuansa alami pedesaan benar-benar terasa sangat nyata.

Gak disangka ya, ternyata desa dan kota memiliki keindahannya masing-masing. Memang gak bisa dibandingkan satu sama lain, karena mereka punya keunggulan khas yang bisa memanjakan manusia. Ada baiknya bagi teman-teman untuk mencoba pengalaman-pengalaman tadi. Desa dan kota sama-sama menarik lho. 


Desa
Atau kota

Pilihannya terserah anda.



0 comments:

Post a Comment