Yok ngomongin tragedi masa kecil lagi. Pengalaman yang satu ini sepertinya agak menyedihkan + menyakitkan, gak ada lucu-lucunya sama sekali. Begini ceritanya, kira-kira umur gue 10 tahun, masih tinggal di sebuah rumah di komplek PLN, Sumatera Barat. Ada dua komplek yang tersedia, yaitu 'Komplek Base Camp A' dan 'Komplek Base Camp B'.
Walaupun sama-sama komplek PLN, tapi ada satu fasilitas yang hanya ada di 'Komplek Base Camp A', yaitu kolam renang. Yoi coy, swimming pool gitu loh!
Walaupun sama-sama komplek PLN, tapi ada satu fasilitas yang hanya ada di 'Komplek Base Camp A', yaitu kolam renang. Yoi coy, swimming pool gitu loh!
Ukurannya cukup besar, lebih kurang 10 x 20 m (bisa lebih bisa kurang, namanya juga lebih kurang). Kolam renangnya dijaga kebersihannya, setiap minggu airnya dibersihin dan diganti dengan yang baru. Kedalamannya juga beragam, semakin jauh dari gerbang masuk kolam semakin dangkal kolamnya. Di pinggir kolam juga ada kafe kecil tempat menjual makanan, jajanan, minuman sampai penyewaan ban dengan harga yang relatif ramah kantong.
Disana juga disediakan kursi-kursi santai dan meja + payung ukuran besar untuk tempat bersantai pengunjung. Gak ketinggalan juga ada beberapa kamar mandi bersih untuk bilas-bilas sebelum dan sesudah berenang plus permainan jungkat-jungkit dan ayunan. Dengan tiket masuk sekitar Rp 10.000 kolam renang itu menjadi tempat wisata ekonomis pilihan keluarga di akhir pekan (katanya fasilitas, harusnya gratis dong!). Hari sabtu dan minggu pasti kolam renang itu ramai dan penuh.
Disana juga disediakan kursi-kursi santai dan meja + payung ukuran besar untuk tempat bersantai pengunjung. Gak ketinggalan juga ada beberapa kamar mandi bersih untuk bilas-bilas sebelum dan sesudah berenang plus permainan jungkat-jungkit dan ayunan. Dengan tiket masuk sekitar Rp 10.000 kolam renang itu menjadi tempat wisata ekonomis pilihan keluarga di akhir pekan (katanya fasilitas, harusnya gratis dong!). Hari sabtu dan minggu pasti kolam renang itu ramai dan penuh.
Tragedi itu terjadi pada sabtu sore ketika gue dan adik gue (namanya Tita) pergi berenang diantar papa naik motor. Kami tiba disana sekitar pukul 16.00an WIB. Karena ada urusan, papa harus pergi sebentar dan akan kembali sekitar satu jam lagi. Kami mengiyakan karena disana udah banyak teman-teman. Gue dan Tita mencar ke temannya masing-masing, pada asik sendiri-sendiri. Kebetulan gue ngeliat temen yang lagi meluncur di perosotan ke arah kolam dengan gaya posisi terbaliknya (kaki diatas kepala dibawah dengan posisi telentang). Seru tuh kayaknya.
Lagi-lagi pikiran gue terpengaruh pengen ikut-ikutan meluncur kayak gitu. Langsung tanpa berpikir panjang lebar gue keluar dari kolam, menaiki perosotan pelan-pelan supaya gak kepeleset karena waktu itu agak gerimis-gerimis mengundang dan perosotannya licin.
Sampai diatas, langsung lah gue ambil ancang-ancang meluncur posisi kebalik. Awalnya sih biasa-biasa aja, tapi dengan posisi kebalik gitu mendadak badan langsung lemes, pucat, takut. Serem juga ya ternyata, gak seasik keliatannya. Sempet kepikiran buat turun lagi "Gak jadi ah, serem." Tapi yang namanya anak-anak "Yaudahlah meluncur aja." Akhirnya dengan tekad setengah bulat, gue memutuskan untuk meluncur. Bodohnya, gue meluncur sambil pegangan pinggiran perosotan dan gue gak sadar kalo pinggirannya itu ada bagian yang sompel, jadinya bercabang dua gitu.
Sampai diatas, langsung lah gue ambil ancang-ancang meluncur posisi kebalik. Awalnya sih biasa-biasa aja, tapi dengan posisi kebalik gitu mendadak badan langsung lemes, pucat, takut. Serem juga ya ternyata, gak seasik keliatannya. Sempet kepikiran buat turun lagi "Gak jadi ah, serem." Tapi yang namanya anak-anak "Yaudahlah meluncur aja." Akhirnya dengan tekad setengah bulat, gue memutuskan untuk meluncur. Bodohnya, gue meluncur sambil pegangan pinggiran perosotan dan gue gak sadar kalo pinggirannya itu ada bagian yang sompel, jadinya bercabang dua gitu.
Syuuut...
Meluncur lah akhirnya ke arah kolam. "Fiuuuuhh, selamet".
O oowww...!
Ternyata perasaan "selamet" itu cuma sebentar, karena gue ngerasa kok jari tangan mendadak panas dan makin panas. Pas diliat jari ditangan kanan ternyata jari kelingking tersayat setengah. Astaghfirullah!!! Rasa sakitnya luar biasa. Bayangkan, bukan cuma luka biasa, ternyata bagian depan jari kelingking tangan kanan tersayat putus. Darah merah bahkan darah putih berceceran di dalam kolam. Panik, bingung, sakit, gak tau harus apa. Pikiran sempat kacau ampe ada temen yang manggil "Dicky, main yok." Dengan santainya gw menjawab sambil melempar senyum "Iya, duluan aja."
Segera naik keluar kolam, langsung gue ambil handuk buat membalut jari kelingking sambil berharap gak ada yang ngeliat. Beberapa saat kemudian adik gue juga naik. Dia ngeliatin kakaknya kok celingak-celinguk, kenapa ini. Sewaktu ngeliat jari kelingking, spontan dia langsung kaget ampe nangis. Sebenernya gue juga pengen nangis saat itu, tapi gue mikir klo gue nangis malah akan memperparah keadaan. Kasian adik gue ntar, dia cewek masih kecil pula. Gue kuatin diri sendiri, sambil tersenyum ke adik dengan harapan bisa sedikit nenangin dia. Ditengah kekalutan itu, gue putusin buat langsung pulang ke rumah gak nungguin papa.
Kami jalan berdua pelan-pelan "Ya Allah, semoga hamba tidak pingsan di tengah jalan. Kasihan adik hamba ya Allah, dia masih kecil." Kira-kira setengah perjalanan, gw ngerasa badan lemes banget, gue bilang "Tita, kalo nanti aku pingsan, tolong panggil orang ya." Tepat setelah itu, kami berpapasan dengan papa. Jelas papa kaget, kok anaknya bisa ada disini? Ngeliat kondisi gw, papa langsung nganter kami pulang.
Sesampainya di rumah, mama ikut nangis setelah tahu apa yang menimpa anak tertuanya. Segera papa menelepon temannya buat meminjam mobil dan membawa gue ke sebuah rumah sakit di daerah Bukit Tinggi yang terletak sekitar 2 jam perjalanan dari rumah.
Langsung dimasukin ke ruang UGD, segera dioperasi. Alhamdulillah operasinya berjalan lancar. Setelah sadar, gue ngerasa ngilu-ngilu di kelingking kanan dan paha kanan. Lho? Kok paha juga ikut-ikutan ngilu? Ternyata berdasarkan informasi dari dokter, kulit paha diambil untuk dibalut ke kelingking yang luka. Gue harus dirawat inap di rumah sakit sekitar 2 mingguan.
Sesampainya di rumah, mama ikut nangis setelah tahu apa yang menimpa anak tertuanya. Segera papa menelepon temannya buat meminjam mobil dan membawa gue ke sebuah rumah sakit di daerah Bukit Tinggi yang terletak sekitar 2 jam perjalanan dari rumah.
Langsung dimasukin ke ruang UGD, segera dioperasi. Alhamdulillah operasinya berjalan lancar. Setelah sadar, gue ngerasa ngilu-ngilu di kelingking kanan dan paha kanan. Lho? Kok paha juga ikut-ikutan ngilu? Ternyata berdasarkan informasi dari dokter, kulit paha diambil untuk dibalut ke kelingking yang luka. Gue harus dirawat inap di rumah sakit sekitar 2 mingguan.
Well, kasihan banget ya, masih kecil udah harus ngalamin itu. Tapi dari sana justru ada pembelajaran yang bisa diambil, pelajaran yang sangat berharga. Gue belajar untuk gak takut dan setengah hati dalam mengambil sebuah keputusan dan bertindak. Setiap keputusan dan tindakan pasti memiliki konsekuensi, konsekuensinya bisa positif bisa juga negatif tergantung dari apa yang kita perbuat. Tapi konsekuensi itu akan jelas jadi negatif apabila kita memutuskan sesuatu dan maju dengan setengah hati.
Yakinlah kalau sudah mengambil sebuah keputusan, yakinlah lagi dan yakinlah lagi. Mintalah kepada Tuhan untuk meyakinkan kita lagi atas keputusan yang telah kita ambil. Selama keputusan itu untuk kebaikan serta tidak melanggar norma dan aturan yang berlaku, yakinlah bahwa Tuhan akan membuat kita yakin dan membantu kita menjalankan keputusan itu. Pelajaran yang sangat berharga, dengan harga yang tidak terkira, sebuah kelingking.
Yakinlah kalau sudah mengambil sebuah keputusan, yakinlah lagi dan yakinlah lagi. Mintalah kepada Tuhan untuk meyakinkan kita lagi atas keputusan yang telah kita ambil. Selama keputusan itu untuk kebaikan serta tidak melanggar norma dan aturan yang berlaku, yakinlah bahwa Tuhan akan membuat kita yakin dan membantu kita menjalankan keputusan itu. Pelajaran yang sangat berharga, dengan harga yang tidak terkira, sebuah kelingking.
6 comments:
ga selucu yang part 1. ngeri zaaal.... -_____-
namanya juga tragedi...
maaf y teman..aku tdk ada disana sewaktu kejadian itu menerpamu..tnpa mengada ada hatiku ikut menangis..
iya, gak apa-apa. makasih ya teman atas simpatinya :)
sering-sering mampir ke blog ini ya
iya pasti..kmu bukan skedar teman..kmu mrupakan sosok sahabat..semasa SD kita prnh duduk sebangku slama beberapa tahun dan tinggal satu perumahan..jika dituliskan satu persatu blog ini tak akan cukup untuk menulis kenangan itu..hehehe sukses buat mu dicky
ini arif ya ?
Post a Comment